Daun yang jatuh di tanah tidak terdengar suaranya ,seperti aku yang jatuh cinta kepadamu tanpa menyuarakannya @suparmaaan

Senin, 08 Juli 2013

Langit berselimut awan (part 1)






Aku berlari dalam pelarian mencari sebuah arti ketulusan cinta, namun hingga detik pelarianku berjumlah miliaran,cinta yang tulus tak kunjung kutemui.

Cermin menjadi saksi pertanyaanku pada diri ini“seperti apakah guratan rupa cinta yang tulus itu?”  Mataku tak berkedip sesaat menatap langit berselimut awan tebal dari balik jendela persegi yang menempel dikamarku, sepertinya ingin turun hujan,hujan yang sering kali membuat perenungan dianganku.Satu demi satu rintikan hujan turun,pernah kuhitung berapa jumlah rintikan hujan namun tak berhasil kuketahui jumlahnya seperti tak berhasil ku ketahui jumlah harapanku untuk mendapatkan cinta yang tulus.Gerimis tipis yang berjatuhan dari langit mulai rimbun hingga membasahi kota Yogyakarta. Tanpa permisi pada pemiliknya tiba-tiba saja bola mata ini tertuju pada satu frame foto yang terletak dimeja rias, disana tertempel wajah seorang pria yang selalu mengiringi degup langkah dimana pun aku berada. Dia adalah sahabatku, namanya Vino. Aku tersenyum kecil memandang foto sahabatku,lalu otak mengulang kembali kenangan lucu tentang cerita yang tergambar dari balik foto tersebut. Saat itu, Vino sedang mengerjakan tugas dikelas Pengantar Akuntansi, lalu aku iseng memotonya. Terlihat jelas wajahnya yang serius penuh motivasi.Vino juga adalah penghibur kala kulelah berlari dalam mencari ketulusan cinta,setelah banyak kecewa yang kuterima dari para pemilik cintaku yang dulu.

Gara-gara melamun tentang Vino,entah kenapa jemariku bersekutu dengan Handphone lalu menekan satu demi satu nomor teleponnya. Setelah menunggu beberapa detik, suaranya yang berat terdengar ditelingaku,
“Hallo” katanya dari seberang sana.
“Lagi dimana, No?” tanyaku.
“Di depan kamar kamu, Abel.”
Aku spontan terkejut, “Apa?!”
 lalu terdengar suara ketukan pintu yang tidak merdu dari luar kamar. Aku segera membukakan pintu, dan melihat di depanku sudah ada pria yang dari tadi ku-lamunkan frame fotonya.
“Vino” kataku terkejut.  
“Hei” sapanya.
“Ka.. ka..mu.. ngapain disini?” tanyaku gugup.
“Mau ngajak kamu pergi.” Matanya hampir saja melihat kearah sudut meja rias yang terpampang fotonya.
“Itu apa?” tanyanya.
 “Yuk kita pergi.” Aku menarik tangan Vino dan mengajaknya keluar dari kamarku.

Mobil Vino melaju dengan santai,sepertinya dia sadar bahwa saat ini sedang turun hujan mangkanya laju kendaraan dilambatkan agar tidak terjadi apa-apa

“Kita mau kemana No?” tanyaku penasaran.

Lunch.” Ucapnya singkat.

“Bagus, kebetulan aku lagi laper.” 

Aku senang mendengar ajakan Vino. Siang ini di kota Yogyakarta walaupun hujan, masih tetap terlihat indah, jalan raya pun tidak terlihat macet, semuanya terkendali. Ya, aku sangat mencintai kota ini, kota yang damai,sejuk,dan mempunyai kebudayaan asri. Aku melihat warung pasta, sepertinya enak makan pasta untuk menu makan siang di saat hujan seperti ini. Keinginanku tak terucap, namun vino memarkirkan mobilnya di depan warung pasta.

“Radar kamu kuat ya sama aku.” Kataku melihat wajah Vino yang mencoba memandangku..

“Kaya film Perahu Kertas aja deh, pake radar-radaran. Hahaha” tawa geli nya.

“Tapi serius, tadi tuh aku pengen banget makan pasta. Eh, pas mobil kamu menuju kesini, seakan radar kita kuat banget.” Jawabku.

Selesai memarkirkan mobil, tiba-tiba Vino mengangkat kedua jari telunjuknya dan membentuk sebuah radar. Aku membalas radarnya, dan tertawa “Hahaha lucu deh kamu.” Sesuatu yang simple bisa membuatku tertawa bersamanya.

Di dalam warung pasta, aku melihat menu makanan yang sudah masuk list.

“Kamu mau makan apa, No?” tanyaku sambil sibuk melihat menu makanan.
Lady first,” Vino mempersilakan
“Ya udah deh, aku pesen Meat Lover aja. Kamu?.Ehh..tapi masalah yang bayar makanan ini lady first enggak berlaku kan,dompet aku lagi menipis nih hehehe”

Vino terdiam sesaat sepertinya radar mereka memang sama “Aku juga Meat Lover,tenang aja hari ini aku traktir ”

Lalu Vino mengangkat kedua telunjuknya dan memasang radar. Aku hanya tersenyum melihat tingkah vino.

Menunggu makanan datang, suasana kembali hening kami masih sibuk dengan suasana handphone masing-masing. Beberapa detik kemudian, keheningan dipecahkan oleh lantunan musik yang merdu membawakan lagu Perahu Kertas. Terdengar senar gitar yang apik, membuat pengunjung warung pasta terhanyut dalam lantunan lagu yang dibawakan oleh pemusik dari warung pasta ini.

“Lagi syndrome Perahu Kertas ya?” celetuk Vino.
“Iya, No. Aku ngefans banget deh sama Kak Dee. Aku suka banget sama tulisannya yang membuat pembaca masuk dalam setiap ceritanya.” Ceritaku.

“Lagu Perahu Kertas juga kan dia yang buat?” tanyanya.
“Iya, No. Novelnya dia banyak lho yang di buat film. Selain Perahu Kertas, ada Rectoverso juga, terus denger-denger sih novelnya yang Madre juga mau dibuat film. She is a perfect deh pokoknya. Dari tulisannya dia, aku jadi punya mimpi ingin menjadi penulis. She is my inspiration. ” Vino mendengarkan ceritaku.

“Aku doain deh, kamu bisa jadi penulis kayak Dee Lestari. Tapi nanti kalau udah jadi penulis, jangan lupain aku ya. Hehehe. Oh ya satu lagi, aku dikasih novel gratis. Ok?” candanya

“Ih, kok minta gratisan sih? Seorang teman yang baik, pasti membeli hasil karya temannya. Itu salah satu bukti dukungan dari seorang teman.” Jelasku.  

“Iya iya bawel deh” Vino selalu kalah ketika aku sedang memberikan komentar kepadanya.  Makanan yang dari tadi ditunggu akhirnya datang juga, aku dan Vino menyantap makanan yang kami pesan.

Itulah Vino dia bisa memberikan seutas lengkungan senyum di bibirku,dan dia juga sering menjadi sandaran tangisku.
                                                            ***

“No, aku udah mulai nulis lho.” Ucapku pada Vino yang dari tadi sedang main playstation bersama Azriel. Malam ini Vino menemaniku dan Adikku Azriel di rumah, karena Mama dan Papa pergi ke luar kota.

“Oh ya, judulnya apa Bel?” tanya Vino tanpa melihat wajahku, karena dia sedang asyik bermain game.

“Judulnya aku belum tahu, No. Ceritanya tuh kayak cewek yang lagi nyari, apa itu arti cinta yang tulus? Menurut kamu menarik gak?” aku mencoba meminta pendapat Vino.

“Hm… bagus sih, tapi kamu emang udah nemuin apa arti cinta yang tulus? Kamu tahu kayak apa itu cinta tulus? Terus ending-nya gimana?” kali ini Vino menatap wajahku lekat-lekat, seakan ingin menerkam.

“Aku belum tahu semua jawabannya.” Semula wajahku tersenyum, kini senyuman memudar karena pertanyaan Vino yang bertubi-tubi dan aku tidak tahu jawabannya.

“Gak usah cemberut gitu dong, Bel. Saran dari aku sih, kamu buat aja draf-nya. Ayo semangat, aku yakin kamu pasti bisa. Gak usah pikirin ending-nya dulu, yang penting dimulai dulu ceritanya.” Dukungan Vino, membuat aku semakin bersemangat untuk melanjutkan novel yang aku buat ini.

Aku masuk kamar, dan meninggalkan Vino bermain game dengan Azriel di ruang tamu. Di dalam keheningan aku mencoba memulai menjahit kata-kata agar terbaca dengan apik, lalu aku segera menuliskan apa yang ada di pikiranku. Buatku memang sulit memulai sebuah cerita, dan sulit untuk mencari akhir sebuah cerita.  Semuanya itu butuh perjuangan, untuk kesekian kalinya, aku sangat bangga kepada penulis-penulis di dunia yang mampu menjahit kata-kata dengan mudah dan enak untuk dibaca. Terutama untuk Kak Dee Lestari yang membuat tulisan itu seakan penuh makna. Aku kembali berkutat dengan “Apa itu cinta yang tulus?”

Waktu terus berjalan dengan cepat, jarum jam yang dari tadi hanya aku dengarkan setiap detiknya, tanpa memandang jam yang ada di dinding, tiba-tiba ponselku berdering dan di layar tersebut ada sebuah nama “Mama” lalu aku segera mengangkat telepon “Hallo, iya Mah?” sapaku.

  “Kamu dan adikmu baik-baik aja kan? Udah makan belum?” tanya seorang wanita di seberang sana.
 “Baik, Mah. Mama gimana kabarnya? Azriel tadi uda makan kok Ma,kalo aku nanti aja ah.” balasku.
 “Mama baik. Vino sudah kamu suruh makan?” aku menepuk jidatku
“Astaga, lupa Mah. Aku dari tadi di kamar, Vino main game di ruang tamu bareng Azriel.”  
“Kamu tuh gimana sih, nanti dia kelaparan lho.” Omel Mama.
“Iya, Mah ampun. Ini aku mau ajak dia makan deh.” Kataku merasa bersalah dan panik.
“Ya udah. Hati-hati di rumah.” 

Setelah menutup telepon dari Mama, aku segera ke ruang tamu dan melihat Vino dan Azriel sedang tertidur pulas di sofa. Aku sengaja tidak membangunkannya, dan segera aku menuju ke dapur untuk memasak sesuatu untuknya. Aku bingung, ingin masak apa untuknya, padahal aku sendiri saja tidak bisa masak. Melihat seisi kulkas dan mencari bahan yang bisa dimasak, akhirnya aku menemukan daun bawang, penyedap makanan, telur, dan daun kol. Aku mencari indomie di kardus dan untungnya ada. Aku segera memasak Martabak Mie. Setelah Martabak Mie-nya jadi, aku baru berani membangunkan Vino.

“No.. No..” tanganku mengoyangkan badannya. “No… No…” sudah empat kali aku memanggil namanya, namun cowok ini tidak bangun-bangun juga. Aku menaruh masakanku di dekat hidungnya, dan dia seperti orang menginggau “Laper.” Aku tersenyum ketika mendengarnya mengatakan kata lapar. Beberapa detik kemudian, dia bangun dan mengucek matanya dengan tangannya. “Eh, Abel.”

Tanpa berpikir panjang, aku menyodorkan makanan yang baru saja aku masak untuknya. “Ini makan dulu gih, maaf ya  kamu jadi ketiduran.” Kataku merasa bersalah padanya.

“Gak apa-apa kok, emang aku ngantuk aja. Beli dimana ini, Bel?” tanyanya.
 “Ini aku yang buat sendiri.” Aku tersenyum pada Vino. Namun, dia terkejut
“Hah? Apa? Kamu?.Abel aku belum ingin mati keracunan masakkanmu !!”

Aku memasang wajah sedih “Ih Vino…. Ini aku yang buat, seriusan. Kalau kamu gak percaya, liat aja dapurku tuh masih berantakan.”  Jelasku mencoba meyakinkan Vino

. “Sejak kapan kamu bisa masak?” tanyanya heran.
“Kalau kayak gini sih aku bisa, Vino. Kalau sayur-sayuran tuh baru aku gak bisa. Udah deh dimakan aja,kalo gak mau sini aku kasih kucing aja , bawel banget sih.”

Tanpa berfikir panjang, Vino langsung melahap makanan yang sudah ada di hadapannya. “ENAK!” satu kata yang membuat aku bahagia.

 “Serius?” tanyaku tidak menyangka.
“Iya serius. Ih kamu hebat ya,ikut Master Chef aja deh”
“Kamu ngeledek apa,muji sih”Tanyaku disertai cemberut
“Enak beneran Bell.cumpah deh”

Akhirnya Vino menyukai makanan buatanku, dan rasa bersalahku sudah digantikan oleh Martabak Mie ini.
“No, kamu tau enggak pengertian Cinta Yang Tulus itu kayak apa” tiba-tiba aku menanyakan hal ini pada Vino.
 “Hah?” Vino yang ditanya terkejut mendengarkan pertanyaanku. “Kok nanya sama aku sih?” tanyanya heran.
“Iya kan kamu pernah bilang,kalo kamu tau semuanya”aku membuat Vino kesal.
“Udah ah males bahas. Iya nanti, kalau kamu ulang tahun aku kasih tahu deh, apa itu arti cinta yang tulus. Ok?” ajaknya.
 “Kok, nunggu aku ulang tahun sih? Kelamaan, sekarang aja ya. Please.” Kataku memohon.

Vino menggeleng-gelengkan kepalanya, saat ini aku yang kalah. Aku harus mengikuti apa maunya Vino. Aku harus menunggu sampai hari ulang tahunku tiba.

Kamu selalu siap menyediakan telingga untuk mulutku  yang berdongeng kesedihan tentang cerita sendu duniaku

By.Regina
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar